My Soul

Aku...
seseorang yang selalu merasa sendirian..tapi mungkin just my feeling. Aku butuh seseorang, aku butuh dia. Tapi kini ia tak ada di genggamanku, bahkan untuk selamanya. Nggak mudah melepaskan dia begitu saja, masih selalu terlintas dalam benakku, bayangannya. Tapi dibalik semua itu, ternyata masih banyak yang membutuhkanku, masih banyak yang men-support ku untuk tidak terlarut dalam kegalauan ini. Tapi, entahlah....

Kini aku selalu dikelilingi mereka yang selalu memberi sebuah harapan panjang untuk ku. Entah apa yang selalu ku pikirkan untuk menghadapi semua ini. Aku yakin Allah selalu menuntunku, kemanapun dan dimanapun aku berada. Masih ada mereka, masih ada keluargaku, jiwaku yang masih membutuhkan ku.

semoga my soul, dia yang aku harapkan selama ini sebagai tumpuan dan haraoan keluarga saat ini, bisa tersenyum bahagia disana melihatku bangkit dari semua ini, untuk dia juga..

Ndha, semua sayang kamu...


--me in my soul--

My Own..

Ni tulisan lum ada judul..main hajar nulis-nulis aja..asal ngalir pikiran, apa aja ditulis...ya begini lah..
Kalu bisa tolong di koment..Gomaweo :)

------

. . . . . . . . . . . . .

Di

ujung jalan dekat perempatan pos satpam. Disanalah aku bertemu dengannya. Ia menolongku saat matic ku mogok pagi ini. Hari malangku berubah menjadi hari keberuntunganku. Sungguh, aku tertegun akannya. Seakan aku melihat seseorang yang tak asing bagiku. Aku hanya mengangguk saat dia menawarkan bantuan kepadaku. Aku terus memandangnya, mungkin tak berkedip. Tak lama kemudian, dia bangkit untuk berdiri.

Aku lantas berterima kasih padanya. Tapi dia hanya mengangguk dan berlalu pergi. Setelah itu, aku terbengong sesaat. Upss,,

Aku tak sempat menanyakan namanya.

Pagi yang terik di kamar Dinda.

Alarm ponsel sudah berbunyi sejak 5 menit yang lalu. Tapi cewek yang satu ini tak kunjung sadar dari mimpinya.

“Din, dinn... Dindaaa....” ada sahutan beserta ketukan dari luar kamar. Aldi, kakak sulungnya nyerah kalau membangunkan adiknya itu hanya dengan dipanggil dan diketuk pintu kamarnya. Tanpa pikir panjang, Aldi membuka kamar adiknya yang ternyata tak dikunci.

“Busyeettt..!!! ” celetuk Aldi yang heran saat membuka kamar adiknya.

“Ini kamar cewek apa gudang sih?? Perasaan kamar gue gak gini-gini amat deh.” batinnya.

Kaki Aldi menginjak buku-buku yang tergeletak dan dibiarkan terbuka di setiap langkahnya menuju tempat peristirahatan Dinda, eh maksudnya tempat tidurnya. Ia melihat adiknya begitu lelap dengan kaos biru dan short pants tertidur diatas ranjangnya.

“Lo manis juga Din, kalo lagi tidur. Kalo lo bukan ade gue, uda gue pacarin kali.” Aldi menatap adiknya sejenak.

“Haduh, gue mikir sih??” gerutunya sendirian.

“Woiiiiii....kebakaran...kebakaraannnnnn!!!!!!” Aldi spontan teriak di telinga Dinda.

Bagai jenggot yang terbakar, eh kebakaran jenggot. Dinda lantas terbangun kaget. Ia lantas bangkit dari tempat tidurnya dan melompat histeris. Ia benar-benar mengira ada kebakaran.

“Kebakaran..kebakaran..bunda..bunda, ada kebakaran. Selamatkan rumah kita.” Panik Dinda

“Hhwwaaahahaha......” Aldi tertawa renyah.

“Kenapa lo bang?? Mana kebakarannya??Atau jangan-jangan.....” Dinda menebak-nebak.

“Jangan-jangan apa nek??”

“Hahahaha...”

“Abbaaangggg gillaaa.....” Dinda mulai menyerang Aldi dengan bantalnya.

“Hahaha...kebo sih lo...hahaha,” Aldi menepis serangan Dinda dan mulai berlari menghindar. Ia berlari ke bawah.

Dinda terus mengejar kakaknya itu sampai kena serangan bantalnya. Sampai di bawah, saat ia akan berhasil menangkap biang kerok itu, ia menabrak seseorang. Bunda. Ia menabrak bunda, dan Aldi entah telah hilang kemana.

“Bun, tadi abang lari kemana??” nafas Dinda tersengal.

“Din, kenapa kamu lari-lari??”

“Ngejar abang, Bun. Dia ngerjain aku lagi.”

“Ngerjain bagaimana? bunda yang nyuruh dia buat bangunin kamu.”

“Ia bunda. Tapi tadi dia teriak di telinga aku...mana kenceng lagi..pengeng dah ni telinga.”

“Udah Din, kalian tuh yang akur. Kalian cuma 2 bersaudara, kalau gak ada dicariin, kalau ada malah berantem. Kalian tuh udah dewasa.”

“Iya bun. Dinda minta maaf. Kalo aku punya ade lagi juga ga papa bun, biar tambah rame ni rumah, dan biar ga sepi kalo abang kuliah. Hehe...”

“Apa??nambah lagi??ntar yang ada adikmu malah kamu berantemin lagi..”

“Gak bakal dehh bun. Janji,” Dinda nyengir.

“Yawda, urusan nanti dibicarakan lagi. Kamu cepat mandi. Nanti telat ke sekolah lho !!” Bunda mengingatkan.

“Haduh,,gara-gara si abang gelo nih..bakal telat deh...” Dinda menggerutu sendiri.

Tak lama, Dinda sudah lenyap ke kamar mandi.

Gak lama, Aldi udah rapi dengan panel dan jeansnya. Mau mengantarkan adiknya, amanat dari bundanya. Gas motor menderu-deru.Kayak mobil di jalanan ja menderu...Halah XP

Dan Dinda pun telah siap di depan pintu. Tak lupa pamit bundanya.

“Bun, Dinda pamit.” Sambil dicium punggung tangan bundanya.

“Ayo nek, lo bakal telat nih!” sahut Aldi.

“Iya bang. Sabar disayang Allah.”

“Jah, udah deh ceramahnya ntar ja, lo mau telat??” gerutu Aldi.

“Assalamu’alaikum bunda.” salam kakak adik itu bersamaan.

“Waalaikum salam, hati hati nak.”

Motor keluar dari garasi dan mulai menjamah jalanan. Halah.

“Bang, ngebut napa, gue udah paling paling telat nih. Gara-gara lo sih” sungut Dinda.

“Ia nek. Pegangan dan jangan complaint.”

Seketika, Aldi ngebut seribu bayangan...hahaha.kebanyakan nonton narto nih ^^v .

“Hwaaa..bang, gue blom mau matiii....”

Di kelas Dinda.

“Pagi anak-anak.” sapa bu Emi.

“Pagi buuu......” jawab anak-anak serempak.

“Ok, seperti yang sudah ibu beritahukan sebelumnya bahwa hari ini kita ujian. Tutup semua buku-buku yang berhubungan dengan kimia tanpa terkecuali.” Ingat bu Emi.

“Sejak kapan ada pemberitahuan kayak gitu bu??” salah satu murid nyeletuk.

“Sejak awal semester ibu mengajar kalian.”tegas bu Emi.

“Dan yang belum hadir mohon bisa ditunggu di luar. Tolong diberitahu.”tambahnya.

“Iya buuuuu...”

Dari pantauan Bu Emi, hampir seluruh penghuni kelas telah menempati tempatnya masing-masing. Hanya beberapa murid yang belum datang. Terutama Dinda.

“Ok, ibu bagikan kertasnya dan kerjakan sampai waktunya selesai. Kira-kira 1 setengah jam. Karena ibu ada tugas lain dari kepala sekolah.”terang bu Emi.

Dwina mulai gusar. Dinda, teman sebangku plus merangkap sohibnya itu belum juga menampakkan batang hidungnya.Biasanya mereka paling klop kalo soal kerjasama, dan tentunya gak ketahuan. Makanya mereka dijuluki chat queen. Tapi, gak papa lah gak ada Dinda, lumayanlah ada sedikit materi yang nyangkut dikit. Buat modal. Diam-diam ia raih ponselnya untuk memberitahu Dinda.

Din, sekarang ada ujian kimia. ALERT!!

Message delivered.

Ujian dimulai. Murid-murid sibuk dengan soalnya masing-masing, walupun ada yang gerilya buat kerjasama. Bahkan ngebet !!! waduhh...

Dwina dan yang lain mulai mengerjakan soal demi soal dengan tangkas. Walaupun ada yang dilongkap, gak ngerti jawabannnya.

. . . . . . . . . . . . . . . .

Seiring waktu berjalan, ujian sudah hampir selesai.

Hentakan kaki yang terburu-buru terdengar dari ujung lorong kelas Dinda yang penghuninya kini sedang mengerjakan soal. Hentakan kaki itu milik Dinda. Secepat mungkin ia melewati lorong. Bener-bener telat sudah. Dan kini ia telah berada di depan pintu kelas. Dinda melongo melihat teman-temannya asyik mengerjakan bahkan telah menyelesaikan pekerjaan mereka.

Dinda melangkah ke kursi bu Emi.

“Maaf Dinda, kali ini kamu telat. Tadi ibu sudah berpesan pada teman-temanmu bagi yang belum hadir silahkan tunggu diluar dan setelah ujian ini berakhir kamu datang ke ruangan saya.” Terang Bu Emi.

Dinda terpaku. Bengong. “Mati gue,” batinnya.

“Baik bu,” patuhnya. Padahal dia gondok sama abangnya. Huhh, awas lo bang, di rumah.

Ujian selesai. Dinda yang duduk diluar menunggu teman-temannya selesai ujian, akhirnya punya giliran masuk kelas. Setibanya di kelas, ia langsung menempati kursinya. Tanpa basa basi, Dinda mengintrogasi Dwina. Mencecer soal pastinya.

“Win, kok lo gak kasih tau gue ada ujian mendadak??” protes Dinda.

“Makanya punya hape di cek dun.” Dwina gak mau kalah protesnya.

Dinda melirik ponselnya. Ada 1 message baru. Bener, dari Dwita yang isinya alert ujian kimia. Duhh, paling gak sempet buka ponsel disaat-saat genting seperti pagi ini. Apalagi udah paling telat.

“Duhh, kugg pagi ini gue aneh ya??” pikir Dinda.

“Aneh gimana??” kening Dwita mengkerut.

“Semalem gue mimpi indah, tapi kugg paginya malah kayak nightmare gini sih??Apa gue masih mimpi ya??”

Spontan Dwita mencubit pipi chubby Dinda.

“Haduhh, sakit. Kenapa sih??” pipi Dinda merah.

“Lo kan tadi tanya, lo masih mimpi apa gak. Yawda gue realisasikan kalo lo udah gak mimpi. Alias udah gak ikut ujian kimia. Puas??” jelas Dwita.

“Iya ia tante.” goda Dinda.

“Sial. Iya nek.”

“Agh, kayak abang gue, lo. Gue belum pikun dan belum jadi nenek, tao!” Ingat Dinda pada kelakuan Aldi pagi ini.

Mendengar nama Aldi, Dwina langsung sigap mendengarkan Dinda dengan seksama. Dwita udah kesemsem sama abangnya Dinda sejak ia datang ke rumah Dinda kelas X lalu. Gak tau apa alasannya kenapa Dwita bisa sampai kesemsem sama abang Dinda yang super nyebelin. Jujur, memang Aldi manis, bersih, pintar, banyak fansnya, tapi kalau udah godain adik bungsu satu-satunya itu super minta ampun gak ketulungan. Tapi Wita tak gentar walaupun Aldi sudah ada ceweknya. Toh dia hanya ingin melihat Aldi. Bukan ceweknya.

“Mank abang lo knpa lagi din??”

“Gara-gara dia gue telat hari ini. Dia disuruh bunda buad bangunin gue. Tapi gilanya kambuh. Masa dia malah teriak di kuping gue. Gimana gak kalang kabut gue.”

“Ya lo nya juga yang gak bangun sekali dua kali.”

“Ngantuk banget sayy,”

“Jangan-jangan lo blom ngerjain tugasnya pak Romi ya??

“Yee..udah lah, kan semalem lo ingetin gue. Pas kita ngobrol, gue nyambi ngerjain itu tugas.”

“Siipp..”

Hening sesaat. Grrrrcuukkkkk...

“Haduhh, suara apaan tuh??ada suara gak da wujud.”

“Jah, elo, na. Suara perut gue barusan. Hehe, gak sempet sarapan.”

“Bilang dund, babe. Yawda ke kantin yuk. Gue juga uda laper juga neh.”

Dua sohib itu ke kantin setelah anak-anak berhamburan keluar untuk istirahat. Ada yang mojok, ada yang ke perpus, ada yang ke ruang bp karena segudang masalah. Bahkan ada juga yang dispen ikut lomba ekskul. Jam istirahat jamnya kantin mbludak. Anak-anak ngantri mesen dan ngetemin bangku-bangku kosong. Tak ketinggalan Dinda dan Dwina. Dwina yang mesen, Dinda yang duduk manis. Bahkan ada yang ingin nyerobot tempat Dwina disamping Dinda. Memang, di sekolahnya, Dinda termashur karena wajahnya yang manis dan hidungnya yang mancung en gak lupa, dia aktif jadi asisten lab komputer. Banyak cowo yang pengen banget deket dan kenal dia lebih jauh. Tapi Dinda lebih bersikap biasa aja. Menanggapi mereka seperlunya aja. Hanya itu. Dan Doni, cowo basket itu kini sudah duduk disamping Dinda. Ia mencoba mengajak Dinda bicara.

“Hai, Din. Sendirian aja?? Gue boleh duduk disini?

“Hai juga, gue nunggu Dwina. Boleh, silahkan. Masih kosong juga.”

“Thanks.”

“Yoph.”

Gak lama, Dwina datang membawa 2 porsi nasi goreng dan 2 gelas teh manis.

“Wah, kayaknya gue ganggu kalian neh??” goda wina.

“Apaan sih lo, duduk aja di sebelah gue. Doni juga baru dateng kok.”

“Iya win, duduk aja, silahkan. Boleh kan gue gabung disini?” tawar Doni.

“Ohw, gitu. Makasi, silahkan.”

Gak lama, Doni juga sudah memesan orange juice dan seporsi mie ayam. 5menit kemudian mereka meninggalkan kantin. Dan melangkah ke kelas masing-masing. Tapi dua sohib itu tak langsung ke kelas, Dwina mengantar Dinda ke ruangan bu Emi.

Di ruang bu Emi.

“Dinda, kenapa hari ini kamu telat masuk pelajaran saya?? Tanya bu Emi.

“Maaf bu, ada sedikit masalah di rumah pagi ini dan saya juga telat bangun.”

“Memang tidak ada yang membangunkan kamu??”

Dinda agak bingung dengan jawabannya. Jujur apa bohong ya.Tapi kalo bohong, hari juga akan jadi tambah nightmare aja. Lagipula gue juga gak biasa bohong.

“Ada bu, tapi mungkin saya yang tidak begitu dengar sahutan mereka membangunkan saya, jadi saya telad bangun.” Terang dinda.

“Hem, baiklah. Kali ini alasan kamu saya terima, tapi lain kali saya harap kamu bisa disiplin karena minggu-minggu ini sudah mulai ujian tengah semester. Apa kamu bisa mengikuti susulan ujian hari ini?”

“Bisa bu, kapan saya bisa menyusul bu?”

“Kalau lusa siang habis pelajaran sekolah usai bisa?”

“Bisa bu. Maaf bu, saya duluan ke kelas. Mungkin pelajaran sudah dimulai. Permisi bu.” Pamit Dinda seraya melangkah keluar ruangan bu Emi.

“Ohw ya silahkan.”

Diluar ruangan, Dwina duduk dengan setia menunggu Dinda sambil menggenggam ponselnya. Awalnya dia mulai bosan menunggu Dinda di dalam ruangan. Tapi dia merasa luntang-lantung di kelas diem duan. Gak ada temen ngobrol. Anak-anak yang lain, kalo gak pada ngobrol sendiri-sendiri, paling belajar. Otaknya saja hampir ngebul ngerjain kimia tadi. Akhirnya memilih alternatif hape. Main game.

“Babe, balik ke kelas yukk!!” Dinda membuyarkan lamunan Wina yang sejak tadi terus menatap layar ponselnya.

“Ohw iya sorry, yukk.”

Di kelas.

“Ohw iya babe, ntar temenin gue ke disc shop ya??” pinta dinda.

“Ngapain??” tanya Wina.

“Gue bete di rumah. Lagian abang gue juga nitip disc baru. Katanya si lagi hits.”

“Emang disc apaan??”

“Gtw tuh orang, ntar gue smz dia lagi. Yang pentaing cau kesana dulu. Mumpung hari sabtu neh..hehe”

“Yawda lagian orang rumah gue lagi pada keluar.”

“Pada kemana??”

“Biasalah, nyokap bokap gawe, ade sekolah, kakak gue paling keluar kalo gak kuliah.”

“Ohw.”

Tak lama, Danish, datang ke hadapan mereka. Menyampaikan pesan kepada Dinda dari bu Marissa dan menyerahkan selembar kertas.

“Apaan nih Dan??” tanya Dinda pada Danish. Anak ipa 2 yang merangkap sebagai ketua osis plus tangan kanannya bu Marissa.

“Ada titipan dari Bu Marissa buat kelas lo. Ada pesan tertulis disana.” Danish menunjuk tulisan pada kertas yang kini dipegang Dinda.

“Oh ya, ada lagi. Beliau bilang, sampaikan hal ini buat seluruh penghuni kelas lo. Ini tugas buat semua kelas. Gue udah sampaikan ke beberapa kelas.” Tambah Danish.

“Sip, thanks ya.”

“Yoph, gue balik ya.” Danish menghilang ke kelasnya.

Dwina penasaran dengan isi pesan bu Marissa itu.

“Din, apa sih isinya? Tugas apa lagi?”

“Nih baca sendiri.” Dinda menyerahkan selembar kertas bu Marissa pada Wina.

Task.

Make a group in 3 person. And find some article about technology nowadays. Collect it in 5 days later.

Jah, tugas gak berhenti-berhentinya. Ada aja yang dicari. Minggu-minggu ini kan lagi musimnya tengah semester. Kepala Dinda dipenuhi tugas-tugas yang setumpuk. Biologi, Ujian susulan kimia, tugas fisika yang dikumpul 3 hari lagi walaupun berkelompok, tetep aja dia harus bagi waktu antara belajar sama diskusi kelompok. Belom lagi sekarang ditambah tugas inggris. Karena alasan itulah ia lebih memilih pergi sebentar tuk sekedar melepaskan penatnya dari itu semua. Tak lama, ponselnya bergetar.

Din, jangan lupa besok ngumpul di rumah gue, tolong hubungi temen-temen kelompok kita yang lain. Thanks.

Bunyi message Nita, ketua kelompok ilmiah fisika untuk Dinda.

Dinda menyerahkan kertas bu Marissa kepada Agung, ketua kelas ipa 3. Dan gak lama bel pulang berbunyi. Dinda meraih tangan Dwina dan melangkah keluar kelas. Waktunya ga banyak. Dia harus cari buku referensi tugas-tugasnya. Untung ia sekelompok dengan Dwina, jadi senggaknya dia masih ada yang bisa bantu dirinya untuk berpikir. Seorang lagi yang masuk kelompok mereka. Dan nama Meta tertulis di selembar kertas kelompok untuk diserahkan kepada Dion, ketua kelasnya.

Mereka berdua pun berjalan keluar kelas setelah jam sekolah usai. Langkah demi langkah melewati lorong sekolah yang mulai sepi membuat mereka memperpercepat langkah. Sampai seseorang menyentuh bahu Dinda.

“Woh, Rion, kirain gue siapa?? Ngagetin gue aja lo. Kenapa??” Dinda gelagapan kaget.

“Gue Cuma mau ngajak lo pulang bareng aja.” Pinta Rion. Anak ips 3.

“Tapi sorry gue gak bisa. Gue uda ada janji sama orang rumah. Kudu buru-buru balik. Sekali lagi sorry ya. Mungkin lain waktu.” Dinda berbohong kali ini.

“Yawda gak papa. Lain kali gue tunggu ya, Din. See ya...” Rion langsung menghilang diantara motor-motor yang parkir di area parkir gak jauh dari tempat Dinda dan Dwina berdiri sekarang.

“Huffh, slamet. Hampir aja. Udah yukk sayy.” Dinda menarik tangan sohibnya.

Di Mall.

Dari ujung lift, Dinda sekilas melihat Aldi. Ngapain tuh anag. Katana mw nitip ja discnya.batin Dinda. Tangannya merogoh ponsel di saku roknya. Ia menelpon rumah, apakah Aldi ada disana ato maen??




continued...